Patah Hati itu Biasa Saja

by - 2:22 AM



Kalau lagu Efek Rumah Kaca berjudul "Jatuh Cinta itu Biasa Saja", saat ini saya ingin menuliskan mengapa Patah Hati juga hal yang biasa saja.

Seperti yang teman-teman tahu dan mungkin alami saat ini, kalau Pilkada DKI Putaran 2 akhirnya berakhir. Hasil polling quick count juga sudah bisa dipantau langsung. Dan kalau teman-teman membaca tulisan ini dari backlink akun di Facebook saya, maka kemungkinan besar kalian banyak yang patah hati saat ini. Ya, saya tahu ini hari yang berat untuk Jakarta, hari yang berpolitik di Ibukota.

Dari beberapa bulan terakhir, saya banyak melihat teman-teman sudah dengan sangat kreatif kumpulkan dana dan dukungan untuk mendukung gubernur andalan Anda yang awalnya ingin maju sebagai calon independen. Teman-teman saat itu sangat semangat, membuat saya yang berada di quarter life crisis ini ikut iri, ingin bergabung tapi apa daya KTP saya Tangerang Selatan dan akuntabilitas saya dalam mengelola dana benar-benar nol besar. Jadi, ada baiknya saya memantau dari jauh saja!

Sedang berada di tengah puncak kejayaan kalian dengan pendukung lebih dari satu juta pemilih, teman-teman harus hadapi patah hati yang pertama, KPU menolak data pendukung indipenden Cagub yang kalian pilih karena aturan di DKI mewajibkan para calon guberburnya bernaung di sebuah partai politik. Sedih, tapi untungnya beberapa partai politik yang sebelumnya sempat mendukung Cagub sebelumnya mau mendukung Cagub pilihan teman-teman kali ini. Long story short, patah hati berbuah manis. Cagub idaman teman-teman jadi bermain di Pilkada DKI dengan dukungan ParPol yang cukup mapan.

Memasuki masa kampanye yang lumayan seram dan menegangkan, salah satu dari kalian bahkan sampai kena masalah di lingkungannya karena dianggap munafik, berkerudung kok ya dukung si kafir. Tapi teman-teman tidak gentar mendukung Cagub idaman dengan penuh kreatifitas yang cerdas. Sayangnya, Cagub idaman teman-teman bukanlah Nabi yang sempurna. Ia bukan pula manusia setengah dewa. Ia hanya seorang Ahok dengan segala kekurangannya. Salah satunya, mulutnya. Kali ini, teman-teman mungkin sudah sadari, kalau konsekuensi ucapan Cagub idaman akan membawa angin tidak segar untuk kalian. Beberapa dari teman-teman mungkin ada yang mulai ragu, tapi banyak dari teman-teman yang masih semangat mendukung. Apapun itu, teman-teman merasakan kembali patah hati, dan kali ini cukup membuat ngeri.

Cagub idaman teman-teman dihujat sana sini, teman-teman kini tak miliki kuasa untuk membela. Ucapan Cagub idola yang tidak sampai 15 menit serta merta menggugurkan kerja kerasnya selama 5 tahun terkahir. Kali ini, hujatan tidak lagi datang dari rekan sesama orang Jakarta. Berbondong-bondong mereka yang merasa dinistakan datang dari seluruh pelosok negeri untuk minta Ahok dipenjarakan. Menyaksikan sidang demi sidang sudah pasti membuat teman-teman cemas dan khawatir. Mungkin serangan dari keluarga sendiri yang meminta teman-teman untuk berhenti berdiri di belakang beliau sudah semakin kuat menerjang.

Tapi, teman-teman tetap setia, dengan kampanye-kampanye damai dan seru. Teman-teman mencoba mengubah wajah si bapak yang galak dan kaku menjadi lebih relatable dengan anak muda lewat challenge-challenge di sosial media. Beberapa debat yang diadakan di media massa pun berhasil mengingatkan para pemilih di Jakarta betapa Cagub idola teman-teman adalah satu-satunya yang paling mengerti kota ini. Untuk beberapa saat, teman-teman yakin semua problema yang dihadapi selama kampanye ini seraya hanyalah cobaan untuk menghadapi kemenangan yang hakiki. Pada Pilkada serentak yang pertama hal itu terbukti benar adanya, Cagub idola teman-teman berhasil merajai polling yang ada.

Dan sesuai dengan aturan  KPU Jakarta yang ada. Hasil pungutan suara harus 50%+1 orang untuk memenangi polling. Walau Cagub idaman teman-teman berada di posisi tertinggi, sayangnya belum bisa mencapai angka tersebut. Maka dari itu, diadakannya Pilkada Putara 2 untuk DKI Jakarta.

Dan hari itu tiba. Ditemani dengan hujan dan gemuruh petir yang ada di langit, kini teman-teman harus dihadapi dengan hasil quick count yang ada. Hasil quick count yang sudah lebih dari 12 tahun mengabdi untuk demokrasi negeri ini menyatakan kalau Cagub idaman teman-teman kalah. Kali ini teman-teman harus menghadapi patah hati terbesar dari seluruh rangkaian Pilkada ini.

Wajar kalau teman-teman merasa patah hati. Merasa semua ini tidak adil. Mungkin tidak pada hasilnya semata, tapi juga patah hati karena harus menelan kenyataan kalau ternyata masyarakat Jakarta, ibukota Indonesia, masih didominasi dengan pemikiran-pemikiran primordial ekstrem. Kalau ternyata, kerja keras dan hasil nyata tidak ada harganya jika tidak seiman. Pemikiran yang membuat teman-teman merasa semakin minoritas.

Sebagai penceloteh asal dan pengamat dari jauh saya hanya bisa bilang, "Yaudah gakpapa. Enggak apa-apa merasa kecewa, patah hati, atau mungkin benci. Tapi tolong, habiskan perasaan itu sesaat saha. Marah sesaat sepertinya hal yang wajar. Ingin teriak juga sepertinya pilihan yang sehat. Tapi sekali lagi tolong, jangat berlarut-larut. Kota ini, Negara ini masih butuh jiwa-jiwa idealis untuk berjalan kembali. Semangat teman-teman masih diperlukan untuk mengawasi jalannya birokrasi. Tapi ya mungkin saat ini, hari ini, minggu ini atau ya bulan ini, jadi waktu yang tepat untuk teman-teman mengistirahatkan diri. Pergi belibur, menyelam menikmati biota laut di kepulauan seribu atau jelajah kuliner Pecinaan Jakarta di Mangga Besar. Bebaskan pikiran teman-teman mengenai kekalahan hari ini. Obati patah hati dengan mengingatkan kembali mengapa teman-teman memilih untuk Jatuh Hati pada kota ini. Karena sebenarnya, patah hati itu biasa saja!"

You May Also Like

0 comments